KULIAH SAMBI “DODOLAN”, BUKAN KULIAH SAMBI “DOLAN”
(Aplikasikan ilmu AN ke dunia bisnis)
Seolah-olah terdapat dikotomi antara kuliah dan bisnis. Dunia perkuliahan (kampus) digambarkan sebagai dunia yang terpisah dari dunia bisnis, sementara dunia bisnis digambarkan seolah-olah tidak membutuhkan kaidah-kaidah ilmiah. Apa bener, keduanya memang dua hal yang bikin meriang para pelakunya?
Pandangan orang tua yang selalu menuntut kita untuk menjadi pegawai di sebuah jawatan, membuat pola piker kita juga terbingkai dalam dunia kampus yang cenderung akademis dan IP minded. Alhasil, kita akan semakin mengidam-idamkan menjadi “kuli berseragam” disbanding “penguasa berkaos oblong”. Gelombang penghancur yang akhirnya menyusul adalah semacam kegagapan pada para lulusan yang lebih banyak mencari pekerjaan daripada menciptakan pekerjaan. Akhirnya jumlah pengangguran terdidik pun semakin meningkat tiap tahunnya.
Padahal kalo kita mengamati di sekeliling kita, salah satu cirri usaha yang mampu memenangkan kompetisi di era yang super kompetitif ini adalah mereka yang mampu mengembangkan kreasi dan inovasi mereka. Sebagai contoh adalah bisnis telepon seluler (ponsel alias handphone). Hanya dalam beberapa tahun saja, hp tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi semata, melainkan telah menjadi gaya hidup. Beberapa tahun yang lalu, saat saya masih SMP sampai pertengahan SMK, hp masih dimiliki oleh masyarakat kalangan menengah ke atas. Tp sekarang, bukan hanya mereka yang selalu di tengah dan di atas saja yang bisa menggenggam telepon seluler, tetapi para pedagang sayur, pedagang siomay, sopir, bahkan kuli pun sekarang telah menggenggam telepon yang dikenal dengan telepon genggam. Hal ini dikarenakan selain kecanggihan fungsinya, juga karena harganya yang semakin terjangkau oleh mereka yang duduk di jok mobil sampai jok becak.
Selain bisnis ponsel, sebagai orang yang berdomisili di Purwokerto kita pasti tahu ritel-ritel swalayan seperti alfamart, indomaret, es teller 77, ayam bakar woong solo, tela-tela sampai burjo sari kuring dan sari rasa. Semuanya merupakan bisnis yang tergolong dalam dunia franchise (waralaba) yang telah menjamur. Dalam bisnis waralaba sangat tampak adanya kreasi dan inovasi yang tampak dalam bentuk produk, jasa maupun manajemen yang semakin terstruktur dan terstandar. Kreasi produk dan layanan tersebutlah yang membuat mereka semakin survive di dunia bisnis yang extra-competitive ini.
Berbicara soal manajemen, saya teringat dengan dunia transportasi khususnya transportasi udara yang semakin memberikan pencitraan dan pelayanan serta harga yang murah untuk public. Harga tiket pesawat hamper sama dengan harga tiket kereta api. Hal tersebut dikarenakan adanya pengembangan kreativitas manajemen dalam pengelolaan pelayanan sehingga mampu menekan biaya operasional dan tiket pun dijual murah. Artinya, celoteh bapak tentang “montor mabur sing numpak wong duwur” kini hanya tinggal mitos.
Dari beberapa contoh di atas, memberikan ilustrasi bahwa yang dapat menjadi pemenang di era kompetisi ini adallah mereka yang mampu mengembangkan kreasi dan inovasinya dalam produk, jasa maupun manajemennya. Asumsi keberhasilan di masa lalu jika tetap digunakan maka itu adalah jaminan akan ketertinggalan. Sudah menjadi hokum alam, yang stagnan akan tergilas jaman. Asumsi-asumsi baru dalam peluang bisnis kini telah menjadi peluang untuk merebut pasar. Oleh karenanya, asumsi bisnis yang akan dibangun, harus mampu dipertanggungjawabkan, baik dari sisi kualitas produk ataupun jasa dan secara manajerial sehingga terhindar dari kegagalan. Disinilah jembatan yang menghubungkan antara bisnis dan ilmu. Dalam berbisnis, kita membutuhkan ilmu dan pengetahuan, baik mengenai ilmu secara substantif maupun ilmu dalam praktek bisnis (manajemen).
publishod@gmail.com
0 comments:
Posting Komentar